Archive for Dunian Filsafat

SEJARAH FILSAFAT YUNANI


1. SOCRATES (470 – 399 SM)
Dengan sekuat tenaga ia menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar dan yang baik, sebagai nilai-nilai yang obyektif yang harus di junjung tinggi oleh semua orang. Ia seorang filsuf yang jujur dan berani. Ia dihukum mati dengan meminum cawan berisi racun. Murid yang paling setia adalah Plato

2. PLATO (427 – 347 SM)
Dilahirkan di Antena dalam kalangan bangsawan, ia mendirikan sekolah diberi Akademia. Menurut Plato , manusia dapat dibandingkan orang tahanan, mereka hanya melihat bayang-bayang yang dipantulkan dinding gua, namun setelah dilepaskan mereka melihat cahaya matahari yang menyilaukan, dan orang yang lepas tadi, masuk lagi ke dalam gua dan memberitahukan kepada teman-temannya bahwa bayangan di dalam gua itu bukan realitas, Tapi realitas yang diceritakan kepada teman-temannya dalam gua tidak dipercaya oleh mereka . Menurut plato realitas seluruhnya seakan terbagi atas 2 dunia

(dunia yang terbuka dengan rasio dan dunia yang terbuka dengan pancaindra).
Dunia rasio terdiri dari ide-ide dan dunia pancaindra terdiri dari jasmani.Dunia yang ideal.
(yang terdiri dari ide-ide) merupakan obyek bagi rasio kita, Apabila dunia jasmani dengan cara yang tidak sempurna, maka filsuf harus sanggup melepaskan diri dari dunia jasmani agar sanggup memandang dunia ideal yang sempurna Dalam manusia terdapat terdapat jiwa dan tubuh, Sebelum dilahirkan dalam tubuh jasmani, jiwa sudah berada dan memandang ide-ide, sekarang jiwa merasa terkurung dalam tubuh dan senantiasa rindu akan memandang bahagia yang dinikmatinya sebelum lahir dalam tubuh, tetapi dalam eksistensi jasmani sekarang. Manusia sanggup pula memperoleh sedikit pengetahuan tentang ide-ide yang pernah dipandang dan ingatan itu dapat dihidupkan kembali sejauh manusia melepaskan diri dari dunia jasmani.

3. ARISTOTELES (384 – 322 SM)
Berasal dari Stageira di daerah thrake, Yunani utara, belajar dalam Akademi Plato di Anthena, tinggal di sana sampai plato wafat. 2 tahun mengajar pangeran Alexander Agung , lalu kemudian Ia mendirikan sekolah bernama Lykeion (dilatinkan Lyceum) . Aristoteles lebih kearah ilmu pengetahuan yang sedapat mungkin menyelidiki dan mengumpulkan data kongkret. Kritik tajam ditujukan pada Plato tentang ide-ide, jadi manusia yang kongkret aja. Ia berpendapat setiap jasmani terdiri 2 hal yaitu bentuk dan materi, Namun yang dimaksudkannya bentuk materi dalam arti metafisika. Materi menurutnya adalah materi yang pertama (hyle prote) . dengan kata pertama dimaksudkan bahwa meteri sama sekali tidak ditentukan. Dengan kata pertama materi pertama selalu mempunyai salah satu bentuk Bentuk (morphe) ialah perinsip yang menentukan. Karena materi pertama suatu benda merupakan benda kongkret mempunyai kodrat tertentu,
termasuk jenis tertentu (pohon misalnya bukan binatang) dan akibatnya dapat di kenal oleh rasio kita. Dengan itu kiranya jelas bahwa buat nya ilmu pengetahuan dimungkinkan atas dasar bentuk yang terdapat dalam setiap benda kongkret. Teori ini dinamakan Hilemorfisisme ( berdasarkan kata yunani Hyle dan morphe) menjadi dasar ia melihat manusia. Sehingga bila manusia mati dapat disimpulkan maka jiwanya pun mati.
Tulisan di atas cuplikan dari makalah berjudul Pengantar Filsafat dan Ilmu Karya dr Liza

Leave a Comment

PENCARIAN METODE FILOSOFIS(Jelajah Singkat Tentang Metode-Metode Filsafat)

Oleh : AG. Eka Wenats Wuryanta

<!–[endif]–>PENGANTAR

Kata metode berasal dari kata methodos. Methodos berarti penelitian, hipotesa ilmiah dan uraian ilmiah. Maka dapat dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan atau realitas yang dianalisa.

Metode, sejak awal, merupakan instrumen utama dalam proses dan perkembangan ilmu pengetahuan sejak dari awal suatu penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode yang benar dan sah akan menjamin kebenaran yang benar dan sah pula. Maka tidak mengherankan apabila setiap cabang ilmu pengetahuan mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek penelitiannya. Keharusan metodis adalah keniscayaan dalam pencapaian pengetahuan. Tapi metodologi bisa berbeda bagi setiap bidang ilmu pengetahuan<!–[if !supportFootnotes]–>[i]<!–[endif]–>.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE FILSAFAT

Metode dan Objek Filsafat. Dalam filsafat, metode dan objek formal filsafat tidak terpisahkan. Masing-masing aliran filsafat menentukan objek formalnya. Dengan demikian, aliran filsafat menentukan metode dan logikanya sendiri. Setiap aliran filsafat mempunyai kemandirian dalam bidang ilmiahnya. Kemandirian itu menyebabkan bahwa filsafat menjelaskan, mempertanggungjawabkan dan membela metode yang dipakainya.

Filsafat mengajukan claims of discovery of the correct method<!–[if !supportFootnotes]–>[ii]<!–[endif]–>. Tapi di pihak lain sering kali ada perbedaan mendasar antara apa yang benar-benar dikerjakan seorang filsuf, dan tuntutan metodologisnya.

Pemakaian metode ilmiah umum. Meskipun filsafat mempunyai metodenya sendiri, dengan sendirinya filsafat memakai unsur-unsur metode umum. Setiap paham filsafat menerapkan unsur metodologi umum ini menurut caranya sendiri. Ada beberapa tekanan yang nampak dalam paham filsafat. Segi subjektif: rasionalisme, pragmatisme, fenomenologi, positivisme, empirisme. Segi objektif: realisme, idealisme, materialisme, monisme dan lainnya.

Metode-metode Filsafat. Dalam sejarah filsafat, banyak metode yang telah dikembangkan. Beberapa metode filsafat yang sempat tercatat dalam sejarah filsafat adalah sebagai berikut.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE REDUCTIO AD ABSURDUM

Metode ini dikembangkan oleh Zeno, salah seorang murid Parmenides. Zeno sering disebut sebagai Bapak Metafisika Barat yang pertama. Metode ini adalah metode yang ingin meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya dengan mereduksi premis lawan menjadi kontradiksi sehingga kesimpulannya menjadi mustahil. Inilah reductio ad absurdum.

Zeno mengikuti argumentasi Parmenides tentang monisme realitas. Argumentasi Zeno ini dipakai untuk mempertahankan serangan dari ide pluralisme. Zeno mengatakan seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B, berarti kita harus mengakui adanya titik-titik yang tak terbatas di antara A dan B. Jika titiknya tak terbatas, jarak tak terbatas antara A dan B tidak mungkin tercapai. Tapi jika ada orang yang bisa berjalan dari A ke B, itu berarti jarak A dan B dapat dilintasi. Jika A ke B bisa dilintasi berarti jarak A dan B terbatas. Jadi jika kita menarik hipotesis mula yang mengatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B adalah salah. Maka, pluralitas adalah absurd, mustahil dan tidak masuk akal.

Parmenides pernah mengatakan bahwa tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalam ada yang lain karena yang ada pasti mengisi seluruh tempat. Zeno melengkapi argumentasi itu dengan pernyataan: jika ada ruang kosong, ruang kosong itu berada dalam ruang kosong yang lain dan ruang kosong yang lain itu berada dalam ruang kosong yang lain pula dan seterusnya sampai tak terbatas. Itu artinya akan ada senantiasa ruang dalam ruang. Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa yang ada berada dalam ada yang lain, jelas bahwa pernyataan itu tidak benar. Yang benar adalah yang ada tidak berada dalam ada yang lain. Tegasnya, ruang kosong itu tidak mungkin berada dalam ruang kosong yang lain karena yang ada itu senantiasa mengisi seluruh tempat sehingga hipotesis yang mengatakan bahwa ruang kosong itu ada adalah suatu yang mustahil.

Zeno menambahkan jika ruang kosong itu tidak ada, berarti gerak tidak ada. Ini karena jika dikatakan bahwa gerak itu ada, berarti bahwa ruang kosong harus ada karena gerak dimungkinkan jika ada ruang kosong. Zeno membuktikan hal itu dengan empat contoh terkemuka: dikotomi paradoks, Akhiles – si pelari, Anak panah dan Benda yang bergerak bertentangan<!–[if !supportFootnotes]–>[iii]<!–[endif]–>.

Metode Zeno ini memberikan nilai abadi bagi filsafat karena tidak ada pernyataan yang melahirkan pertentangan yang dianggap benar. Hukum tidak ada pertentangan ini merupakan prinsip fundamental dalam logika. Metode Zeno ini berguna dalam orasi dan perdebatan yang rasional dan logis. Zeno adalah orang pertama yang juga menggunakan metode dialektik, dalam arti bahwa orang mencari kebenaran lewat perdebatan dan bersoal secara sistematis.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE MAIEUTIK DIALEKTIS KRITIS INDUKTIF

Metode Maieutik dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah filsafat Yunani, Sokrates adalah salah satu filsuf yang terkemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti otentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya Plato dan Aristoteles. Tapi pemikiran Sokrates yang berhasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, terutama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik<!–[if !supportFootnotes]–>[iv]<!–[endif]–>.

Pemikiran Sokrates berpusat pada manusia. Refleksi filosofis Sokrates berangkat dari kehidupan sehari-hari. Jadi, menurut Sokrates melihat bahwa kehidupan sehari-hari sebagai kebenaran objektif. Sokrates dalam filsafatnya menolak subjektivisme dan relativisme aliran sofisme. Kebenaran objektif yang dicapai bukan sekedar didapatkan dari pengetahuan teoritis tapi justru dari kebajikan manusia. Filsafat Sokrates adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan harus nampak dan mengantar manusia kepada kebahagiaan sejati. Jadi, pengetahuan dan kebenaran objektif selalu menghasilkan tindakan yang benar secara objektif pula. Dan, disitulah kebahagiaan sejati dapat diraih.

Untuk mencapai objektivitas maka diperlukan metode yang sesuai. Sokrates percaya bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Oleh sebab itu, filsafat Sokrates tidsak mengajarkan kebenaran tapi hanya menolong orang mencapai kebenaran. Filsafat menolong manusia melahirkan kebenaran seperti layaknya ibu melahirkan bayinya. Maka, tugas filsafat adalah tugas untuk menjadi bidan yang menolong manusia melahirkan kebenaran. Metode itu disebut dengan metode teknik kebidanan (maieutika tekhne).

Metode kebidanan ini diperoleh dengan percakapan (konversasi). Sokrates selalu berfilsafat justru dalam percakapan. Lewat percakapan, Sokrates melihat ada kebenaran-kebenaran individual yang bersifat universal. Sampai taraf tertentu, percakapan ini akan menghasilkan persepsi induktif yang nantinya akan dikembangkan oleh filsuf yang lain.

Dalam dialog, Sokrates melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan argumentasi rasional dengan analisis yang jelas atas klasifikasi, keyakinan dan opini yang melahirkan kebenaran. Percakapan kritis ala Sokrates bisa membimbing manusia untuk bisa memilah dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

Metode percakapan kritis yang dilakukan Sokrates juga disebut dengan metode dialektis. Sementara yang lain, beranggapan bahwa metode dialektis bisa disebut dengan metode interogasi.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE DEDUKTIF SPEKULATIF TRANSENDENTAL

Metode ini dikembangkan oleh Plato, murid dari Sokrates. Plato meletakkan titik refleksi pemikiran filosofisnya pada bidang yang luas, yaitu ilmu pengetahuan. Dari sekian banyak cabang ilmu pengetahuan, Plato menitikberatkan perhatiannya pada ilmu eksakta. Dari titik refleksi filosofis ini lahirlah penalaran deduktif yang terlihat jelas melalui argumentasi-argumentasi deduktif yang sistematis<!–[if !supportFootnotes]–>[v]<!–[endif]–>.

Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini melihat bahwa idea adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia inderawi yang ditangkap oleh indera. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa, dilihat dan didengar. Idea adalah dunia objektif dan berada di luar pengalaman manusia. Pengetahuan adalah ingatan terhadap apa yang telah diketahui di dunia idea. Sistem pengetahuan Plato semacam ini bersifat transendental spekulatif.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE SILOGISME DEDUKTIF

Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan deduktif<!–[if !supportFootnotes]–>[vi]<!–[endif]–>. Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus. Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara, deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi.

Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.

Sebenarnya, Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Logika dimanfaatkan untuk meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, yang dipakainya istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika.

Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh kesimpulan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah metode silogisme deduktif.

Silogisme adalah bentuk formal deduksi. Silogisme mempunyai tiga proposisi. Proposisi pertama dan kedua disebut premis. Proposisi ketiga disebut kesimpulan yang ditarik dari proposisi pertama dan kedua. Tiap proposisi mempunyai dua term. Maka, setiap silogisme mempunyai enam term. Karena setiap term dalam satu silogisme biasa disebut dua kali, maka dalam setiap silogisme hanya mempunyai tiga term. Apabila proposisi yang ketiga disebut kesimpulan, maka dalam proposisi yangketiga terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor. Predikat kesimpulan disebut term mayor. Term yang terdapat pada dua proposisi disebut term tengah.

Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE INTUITIF-KONTEMPLATIF MISTIS

Metode ini berkembang dengan ide Plotinos dengan ajaran Neo-Platonisme. Filsafat Plotinos adalah kulminasi dan sintesa definitif aneka ragam filsafat Yunani. Filsafat Plotinos mengambil ide dasar pemikiran Plato. Pemikiran Plato mengenai ide kebaikan sebagai ide yang tertinggi dalam dunia ide. Tetapi, tidak berarti pemikiran Plotinos tidak murni.

Ide kebaikan dalam ajaran Plotinos disebut sebagai to hen (yang esa/the one). Yang Esa meruapakan yang awal atau yang pertama, yang paling baik, yang paling tinggi dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenali oleh manusia karena hal itu tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga. Yang Esa merupakan pusat daya dan pusat kekuatan. Seluruh realitas memancar keluar dari pusat itu. Proses pancaran dari To Hen disebut Emanasi. Meskipun melalui proses emanasi, eksistensi Yang Esa tidak berkurang atau berubah.

Pancaran pertama, menurut Plotinos, disebut nous. Nous disebut juga budi, roh, atau akal. Nous berada paling dekat dengan To Hen. Nous adalah gambaran atau bayangan To Hen. Setelah nous muncul apa yang disebut dengan psykhe atau jiwa. Psykhe terletak di perbatasan antara nous dan materi. Psykhe adalah penghubung antara roh dan materi. Jadi dapat dikatakan pula bahwa psykhe adalah penghubung dan penggabungan antara yang rohani dengan yang jasmani. Psykhe kemudian disusul oleh Me On atau materi/zat sebagai aliran lingkaran ketiga. Me On hanya merupakan potensi atau suatu kemungkinan bagi perwujudan suatu keberadaan dalam suatu bentuk. Psykhe bertemu dengan materi menghasilkan tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan To Hen.

Perlawanan dalam tubuh ini menghasilkan penyimpangan. Ini berarti penyimpangan terhadap kebenaran. Untuk kembali kepada kebenaran maka manusia harus kembali kepada To Hen dan menyatu dengannya. Inilah yang menjadi tujuan manusia. Jika dalam proses emanasi, manusia meninggalkan terang dan kebenaran mutlak masuk ke dalam kegelapan mutlak. Maka untuk mencapai kebenaran dan terang mutlak, manusia harus menempuh jalan kontemplasi. Kontemplasi merupakan jalan pembersihan untuk bersatu dengan kebenaran mutlak. Manusia harus berani berpikir sebaliknya, yaitu tidak memikirkan hal inderawi. Hal inderawi menjadi penghalang dalam proses pemersatuan manusia dengan To Hen. Kontemplasi adalah proses pembersihan jiwa manusia yang merupakan kondisi bagi kesatuan mistis dengan To Hen.

Filsafat Plotinos tidak berhenti pada ajaran. Tapi ajaran Plotinos mengarah pada suatu cara hidup. Ini berarti bahwa ajaran Plotinos tidak berhenti pada masalah benar tidaknya ajaran yang disampaikan tapi lebih dari itu, ajaran Plotinos harus mengarah pada suatu sikap hidup yang tidak terikat pada hal duniawi. Itulah sebabnya ajaran Plotinos sering disebut ajaran yang kontemplatif-mistis.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE SKOLASTIK: SINTETIS-DEDUKTIF

Filsafat Skolastik menemukan puncak kejayaannya waktu Thomas Aquinas menjadi filsuf pokoknya. Filsafat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Para filsuf skolastik tidak memisahkan filsafat dari teologi kristiani. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat integral dalam ajaran teologi.

Gaya filsafat abad pertengahan adalah sintesa ajaran filsafat sebelumnya. Sistem skolastik mengarah pada jalan tengah ekstrem-ekstrem ajaran filsafat waktu itu. Sintesa filsafat skolastik terdiri dari ajaran neoplatonis, ajaran Agustinus, Boetius, Ibn Sina, Ibn Rushd dan Maimonides. Selain ajaran-ajaran di atas, aliran filsafat pokok yang dianut oleh filsuf skolastik, terutama Thomas Aquinas adalah filsafat Aristotelian. Filsafat Aristoteles memberikan perspektif baru mengenai manusia dan kosmos. Thomas Aquinas mendasarkan filsafatnya pada filsafat Aristotelian terutama dalam ajaran potentia dan actus.

Prinsip metode skolastik adalah sintesis-deduktif. Prinsip ini menekankan segi yang sebenarnya terdapat pada semua filsafat dan ilmu. Prinsip deduktif adalah prinsip awal dari filsafat skolastik. Bertitik tolak dari prinsip sederhana yang sangat umum diturunkan hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan khusus. Di dunia barat sudah lama dikenal prinsip logika Aristoteles. Prinsip logika ini diintegrasikan dengan prinsip ajaran neoplatonis dan agustinian. Prinsip aristotelian mengenai nova logica mendapatkan koreksi dan tambahan pada ajaran neoplatonis. Metode-metode itu diinterpretasikan dengan cara dan gaya lebih baru yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas.

Thomas Aquinas pertama-tama mengolah filsafat Aristoteles. Thomas Aquinas mencoba mengkritisi ajaran aristotelian dengan prinsip ajaran tersebut. Thomas menambah problematika filsafat aristotelian. Demikian juga, Thomas memperlakukan filsafat Plato yang diwakili oleh pemikiran AgustinusPemikiran Thomas Aquinas selalu mengarah bahwa pemikiran filosofis ditetapkan oleh evidensi. Inilah sebabnya pemikiran Thomas tidak selalu bersifat kompilatif dan eklektisisme tapi mengarah pada otonomi pemikiran.

Thomas dalam epistemologinya menyebutkan bahwa semua pengertian manusia selalu melalui pencerapan. Ini berarti bahwa pada suatu saat pemikiran Thomas juga bersifat mengandalkan kenyataan inderawi. Landasan pemikiran Thomas selalu mengandaikan pengamatan inderawi yang bersifat pasti dan sederhana<!–[if !supportFootnotes]–>[viii]<!–[endif]–>. Maka sering pula pemikiran Thomas bersifat reflektif-analitis. Pengamatan dan analisa fakta-fakta adalah dasar kuat bagi sintesa Thomas Aquinas.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE SKEPTISISME

Metode Skeptisisme ini dikembangkan oleh Rene Descartes. Dalam bidang matematika, Rene Descartes memadukan prinsip geometri dan aritmatika dengan menggunakan prinsip rumus aljabar yang kemudian dikenal dengan koordinat kartesian.

Awal filsafat Descartes adalah kebingungan. Filsafat begitu beragam dan dianggap Descartes sebagai ilmu yang simpang siur serta penuh dengan kontradiksi. Dalam kebingungannya, Descartes merasa harus berbuat lebih untuk penyempurnaan filsafat. Ia mencoba menyusun ilmu induk yang mengatasi seluruh ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah yang bersifat umum dan cocok digunakan dalam segala ilmu. Logika Aristoteles tidak bermanfaat karena lewat logika itu tidak tercapai pengetahuan yang baru. Descartes mencoba untuk melepaskan diri dari ajaran-ajaran tradisional agar ia bisa memperbaharui filsafat dan ilmu pengetahuan.

Descartes menulis dua buku monumental, yaitu Discourse on Method dan Meditations. Dalam dua buku itu, Descartes membentangkan prinsip-prinsip filsafatnya. Penjelasan Descartes dimulai dengan prinsip keraguan atau kesangsian kartesian. Sebuah pengetahuan baru adalah pengetahuan yang kebenarannya tidak dapat diragukan. Pengetahuan sejati dimulai dari kepastian. Titik tolak pengetahuan yang benar adalah titik pengetahuan yang tidak dapat diragukan atau disangsikan. Dasar pengetahuan adalah kepastian. Kepastian itu adalah kondisi tak bersyarat dan tidak tergantung dari hal yang dipelajari dan dialami karena segala sesuatu yang dipelajari dan dialami sewaktu-waktu dapat berubah. Perubahan menandakan ketidakpastian.

Kepastian hal yang benar-benar pasti dan ada dapat dicapai dengan meragukan dan menyangsikan segala sesuatu. Bila sesuatu itu bisa bertahan atas segala keraguan radikal maka sesuatu itu bisa disebut dengan kebenaran yang pasti. Inilah yang disebut dengan kebenaran filsafat yang pertama dan terutama.

Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan ada satu hal yang tak dapat diragukan lagi, saya yang sedang menyangsikan semua hal, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Maka muncullah istilah Je Pense, donc Je Suis. Descartes berpendapat manusia harus menjadi titik berangkat pemikiran yang rasional. Untuk mencapai kebenaran, rasio harus berperan semaksimal mungkin.

Maka dapat dikatakan pemikiran Descartes sangat bersifat rasional. Analisa konseptual diidentifikasikan lebih dahulu elemen-elemen sederhana. Analisa identifikasi tersebut disintesakan dengan suatu pemahaman struktur realitas dengan memahami hubungan yang perlu di dalam elemen-elemen tersebut yang harus berdiri satu terhadap yang lainnya. Pemanfaatan metode ini menghasilkan desakan ketidakpastian hingga ke batas yang paling akhir dengan membuat keterangan atau fakta yang menopang keyakinan-keyakinan yang telah diterima selama itu menjadi sasaran kritik yang paling tidak kenal kompromi dan menangguhkan setiap pendapat kendati tidak masuk akal tapi sedikit banyak mengandung suatu yang rasional meragukan.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE KRITIS-TRANSENDENTAL

Metode kritis transendental dikembangkan oleh Immanuel Kant. Filsafat Kant adalah titik tolak periode baru bagi filsafat barat. Ia mensintesakan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme. Di satu pihak, ia mempertahankan objektivitas, universalitas dan kepercayaan akan pengertian, dan di lain pihak ia menerima bahwa pengertian bertolak dari fenomena dan tidak dapat melebihi batas-batasnya. Filsafat Kant menekankan pengertian dan penilaian manusia, bukan dalam aspek psikologis melainkan sebagai analisa kritis. Objektivitas menyesuaikan diri dengan pengertian manusia.

Metode Kant menerima pengertian tertentu yang objektif. Analisa kritis Kant dapat dibedakan dari analisa psikologis yang empirik, analisa logis yang memperlihatkan unsur-unsur isi pengertian satu sama lain, analisa ontologis yang meneliti realitas menurut adanya dan analisa kriteriologis yang hanya menyelidiki relasi formal antara kegiatan subjek sejauh ia mengartikan dan menilai hal tertentu, dan objek sejauh itu merupakan fenomena yang ditanggapi.

Metode Kant berpangkal dari keraguan atas kemungkinan dan kompetensi metafisika. Kant meletakkan pengertian dalam dua bagian besar, yaitu pengertian analitis yang selalu apriori, pengertian sintetis yang bersifat korelatif dan inspiratif. Metode Kant juga berpangkal pada pertanyaan metodis mengenai dasar objektivitas pengertian. Dasar rasional objektivitas pengertian memakai dasar analisa transendental. I. Kant menganalisa manakah syarat-syarat minimal yang dengan mutlak harus dipenuhi dalam subjek, supaya memungkinkan objektivitas itu<!–[if !supportFootnotes]–>[ix]<!–[endif]–>. Analisa itu disebut deduksi metafisis<!–[if !supportFootnotes]–>[x]<!–[endif]–>.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE IDEALISME-DIALEKTIS

Metode dialektis dikembangkan oleh George Wilhelm Friedrich Hegel. Hegel melawan ajaran filsafat Descartes dan Spinoza. Jalan pikiran Hegel untuk memahami kenyataan adalah mengikuti gerakan pikiran dan konsep. Struktur dalam pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan. Antara metode dan sistem atau teori tidak dapat dipisahkan. Dan keduanya adalah kenyataan. Dinamika pemikiran Hegel ini disebut dialektis. Dialektika diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu tesis, anti tesis dan sintesis<!–[if !supportFootnotes]–>[xi]<!–[endif]–>. Seluruh karya Hegel memperlihatkan gerakan tiga langkah tersebut.

Langkah metodis Hegel dimulai dengan penegasan. Titik tolak Hegel mengambil salah satu pengertian atau konsep yang dianggap jelas. Pengertian dan konsep yang jelas adalah pengertian empiris inderawi. Pengertian tersebut bersifat spontan dan non-reflektif, abstrak, umum, statis dan konseptual. Tapi dalam proses pemikiran, pengertian tersebut mulai kehilangan ketegasannya dan mulai bersifat cair. Maka Hegel mulai pada langkah berikutnya yang biasa disebut pengingkaran.

Langkah pengingkaran adalah usaha mengingkari langkah pertama. Langkah perlawanan itu mencari bentuk alternatif yang bisa ditambahkan dalam pengertian yang dicapai dalam langkah pertama. Maka terjadi proses dialektika pikiran. Konsep atau pengertian yang muncul dalam langkah kedua itu diperlakukan menurut cara yang sama seperti langkah pertama. Setelah menemukan perlawanan konseptual yang berhubungan dengan pengertian pertama maka pengertian dan konsep itu bergerak dinamis.

Dinamika dalam langkah kedua tidak membawa pikiran kembali pada titik pertama. Langkah pertama telah memuat langkah kedua secara implisit (dalam perlawanannya). Jadi dua pengertian konseptual mulai dipikirkan bersama-sama, dan dengan demikian dua konsep itu saling mengisi, memperkaya, memperbaharui. Kedua konsep itu menjadi satu konsep yang lebih padat. Itulah yang disebut langkah sintesis.

Menurut Hegel, perlawanan adalah motor dialektika. Perlawanan adalah jalan atau tahap mutlak yang harus dialami dulu untuk mencapai kebenaran.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE EKSISTENSIAL

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan pemikiran konsep abstrak murni. Metode eksistensial berupaya untuk memahami manusia yang berada dalam dunia, yaitu manusia yang berada pada situasi yang khusus dan unik.

Metode eksistensial pertama diungkapkan oleh Kierkegaard. Pemikiran Kierkegaard merupakan reaksi yang terutama tertuju dan bereaksi pada rasionalisme idealis Hegel yang dianggapnya tidak berguna. Dalam filsafat, menurut pemikir eksistensialisme, yang paling penting adalah kebenaran subjektif. Tapi tentu saja tidak berarti setiap keyakinan subjektif adalah kebenaran. Kebenaran selalu bersifat personal dan tidak sekedar proposisional.

Menurut pemikiran eksistensial, kebenaran dicapai dengan partisipasi manusia dalam setiap realitas yang mau diselidiki. Kebenaran hanya dapat ditemukan dalam realitas yang konkret. Secara umum, metode eksistensial adalah kebalikan pemikiran filsafat tradisional. Pemikiran eksistensial selalu menempatkan subjektivitas di atas objektivitas dan nilai lebih perlu daripada fakta.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE FENOMENOLOGIS

Peletak dasar metode fenomenologis adalah Edmund Husserl. Salah satu pemikir fenomenologis terkenal adalah Martin Heidegger. Fenomenologi berinspirasi pada pembedaan yang dilakukan oleh Immanuel Kant antara noumenal dan phenomenal serta pengembangan kritis teori idealisme Hegel.

Husserl mau menentukan metode filosofis ilmiah yang lepas dari prasangka metafisis. Metode itu harus menjamin filsafat sebagai suatu sistem pengetahuan yang terjalin oleh alasan-alasan sedemikian rupa sehingga setiap langkah berdasarkan langkah sebelumnya secara niscaya.

Pengembangan metode fenomenologis mengarah pada pemusatan perhatian kepada fenomena tanpa praduga. Ungkapan terkenal proses tersebut adalah zu den sachen selbst (terarah kepada benda itu sendiri). Dalam keterarahan ke benda itu, sesungguhnya realitas itu dibiarkan untuk mengungkapkan hakikat dirinya sendiri.

Hakikat fenomena yang sesungguhnya berada di balik yang menampakkan diri. Pengamatan pertama belum tentu sanggup membuat fenomena itu mengungkapkan hakikat dirinya. Karena itu, diperlukan pengamatan kedua yang disebut sebagai pengamatan intuitif. Pengamatan intuitif ini melalui tiga tahap reduksi, yaitu reduksi fenomenologis, eidetis dan transendental<!–[if !supportFootnotes]–>[xii]<!–[endif]–>.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

METODE ANALITIKA-BAHASA

Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang berasal dari kelompok filsuf yang menyebut diri mereka sebagai Lingkaran Wina. Filsafat analitik menolak metafisika karena mereka berpendapat bahwa metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satu tokoh filsuf analitik adalah Ludwig Wittgenstein.

Metode yang digunakan para filsuf analitik berbeda satu dengan yang lain. Tapi yang jelas ada dua aliran besar dalam metode analitika yang berkembang sampai sekarang. Kedua metode itu adalah metode verifikasi dan klarifikasi.

Metode verifikasi dikembangkan oleh gerakan positivisme logis. Salah satu tokoh verifikasi adalah A. Y. Ayer (1910-1970). Ayer mencoba untuk mengeliminasi metafisika berdasarkan prinsip verifikasi. Prinsip verifikasi Ayer menyatakan bahwa pernyataan benar-benar penuh apabila pernyataan itu dapat diverifikasikan secara sintetik oleh satu atau lebih dari panca indera manusia<!–[if !supportFootnotes]–>[xiii]<!–[endif]–>. Ayer membagi verifikasi dalam dua dasar, yaitu verifikasi kuat dan verifikasi lemah.

Metode klarifikasi bersumber pada prinsip-prinsip analisa yang dikembangkan oleh Ludwig Wittgenstein. Wittgenstein yakin bahwa kekacauan dalam filsafat bisa diatasi dengan analisis bahasa. Wittgenstein berpendapat bahwa kalau ada pertanyaan yang diajukan maka harus ada jawaban yang tersedia. Tapi tidak semua pertanyaan mempunyai makna. Agar tidak terjebak dalam persoalan filosofis yang tak bermakna maka harus ada peraturan-peraturan yang mendasar dalam bahasa yang terungkap dalam “permainan bahasa”. Wittgenstein menyatakan bahwa manusia harus mendengar apa arti yang terkandung dalam suatu ungkapan bahasa. Maka manusia harus menganalisis bentuk hidup hingga dasar terdalam setiap permainan bahasa<!–[if !supportFootnotes]–>[xiv]<!–[endif]–>. Makna ditentukan oleh kata yang digunakan dalam konteksnya. Lewat analisa bahasa, seseorang dapat membuat jelas arti bahasa sebagaimana yang dimaksudkan oleh yang menggunakan bahasa itu. Metode klarifikasi tidak memuat pengandaian filosofis, epistemologis atau metafisis. Analisis bahasa didasarkan semata-mata pada penelitian bahasa secara logis tanpa mendeduksikan sesuatu sehingga pada prinsipnya hanya membuat jelas apa yang dikatakan lewat suatu ungkapan bahasa.

<!–[if !supportEndnotes]–>


<!–[endif]–>

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[i]<!–[endif]–> “…bahwa sesuatu metode dipilih mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi; kecenderungan untuk menempuh jalan sebaliknya sesungguhnya keliru. Catatan ini ditambahkan di sini khususnya karena adanya kecenderungan yang kuat untuk mengagungkan kuantifikasi terhadap berbagai gejala yang sesungguhnya sukar diukur. Lih. Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah”, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, redaktur, Koentjaraningrat (Jakarta: PT Gramedia, 1981), hal. 16-17.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[ii]<!–[endif]–> Lih. Edwards (Ed.), The Encyclopedia of Philosophy, hal. 216-218

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[iii]<!–[endif]–> Zeno membagikan 4 cerita untuk bisa membatalkan argumentasi eksistensi gerak: pelari di stadion – di mana pelari itu sebetulnya tidak akan mungkin mencapai finis karena ketakterbatasan jarak yang ada, Akhiles yang berlomba dengan kura-kura – Akhiles mustahil mengalahkan kura-kura yang lamban tapi ia sudah berlari mendahului Akhiles. Kura-kura selalu bisa mencapai satu langkah di depan Akhiles dalam jarak yang tidak mungkin dikejar oleh Akhiles. Cerita tentang Anak Panah di mana anak panah itu sesungguhnya tidak bergerak tapi hanya diam. Kalaupun anak panah itu bergerak itu sebetulnya hanya gerak semunya saja. Cerita tiga deretan yang berjalan mau mengatakan bahwa deretan yang bergerak selalu bisa menutup ruang kosong sampai keadaan tak terbatas. Lih. Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta:Kanisius, hal.62-64.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[iv]<!–[endif]–> Hanya saja kita sering tidak bisa membedakan secara jelas mana yang benar-benar karya Sokrates dengan karya dan pemikiran Plato. Plato begitu mengagumi Sokrates. Secara lengkap pembicaraan tentang karya Plato dan Sokrates bisa dilihat dalam buku Sejarah Filsafat Yunani, tulisan Kees Bertens, Yogyakarta:Kanisius, tahun 1999, hal. 94-128

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[v]<!–[endif]–> Dialog Plato terbagi dalam tiga periode: periode dialog awal, dialog pertengahan dan periode terakhir. Dari sekian periode yang ada, periode tengah adalah periode yang produktif. Hal ini disebabkan karena dialog pertengahan menghasilkan enam tema pokok, yaitu: teori ide, sifat cinta, metode dialektika, bentuk dan ide kebaikan, sifat jiwa dan masyarakat ideal. Periode tengah Plato disebut periode spekulasi Plato.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[vi]<!–[endif]–> Metode penarikan kesimpulan menurut Aristoteles ini dijabarkan secara panjang lebar dalam ajaran Aristoteles tentang Logika.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[vii]<!–[endif]–> Misalnya, partisipasi dalam pemikiran Plato yang dikembangkan oleh Agustinus dimasukkan dalam pola kausalitas, ide platonis dimasukkan dalam kerangka Tuhan.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[viii]<!–[endif]–> Perubahan itu terjadi karena memang ada perubahan alami, ada keteraturan dalam kosmos, hidup itu berarti membangunkan diri, benda di sekitar manusia bersifat terbatas.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[ix]<!–[endif]–> Kant akan membedakan batas minimal fenomena dalam bidang inderawi yang bersifat reseptif, bidang akal yang berisi bentuk formal fenomena dan bersifat universal, bidang aku transendental yang menyatukan subjek dan objek. Kesatuan subjek dan objek berujud penyatuan bentuk-bentuk dan postulata apriori.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[x]<!–[endif]–> Kant juga menyebutnya dengan istilah deduksi transendental. Metode ini digunakan setelah mendapatkan syarat minimal objektivitas. Metode ini juga memuat hukum yang berlaku secara de facto dan de jure dalam fenomena yang diselidiki sehingga terjadilah pengertian dan penilaian yang sama.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[xi]<!–[endif]–> Sebetulnya istilah tesis-anti tesis-sintesis berasal dari Fichte, Hegel sendiri tidak pernah mempergunakan istilah tersebut. Lih., Encyclopedia of Philosophy, hal. 2-387

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[xii]<!–[endif]–> Reduksi fenomenologis adalah reduksi yang menyaring pengalaman pengamatan pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Reduksi eidetis adalah reduksi yang berupaya untuk menemukan eidos atau hakikat yang tersembunyi. Oleh sebab itu, reduksi eidetis lebih ketat dibanding reduksi fenomenologis. Reduksi transendental adalah proses penyaringan semua hubungan antara fenomena yang diamati dan fenomena yang lainnya.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[xiii]<!–[endif]–> Prinsip verifikasi Ayer nampak menyolok dalam bukunya yang berjudul Language, Truth dan Logic yang diterbitkan pada tahun 1946. Buku ini merupakan usaha sintesa Ayer atas pendirian positivisme logis lingkaran Wina dengan analisis linguistik Inggris.

<!–[if !supportEmptyParas]–> <!–[endif]–>

<!–[if !supportFootnotes]–>[xiv]<!–[endif]–> Lih. Wittgenstein, Ludwig., Philosophical Investigations

Leave a Comment

Perbuatan baik Non Muslim

Berangkat dari diskusi dimillist-milist yahoogroups, tergerak untuk menulis sedikit tentang apakah orang orang non muslim seperti Bunda Teresa, Louis Paster, Isaac Newton, Thomas Alfa Edison dan penemu-penemu besar untuk kemajuan kemanusiaan itu semuanya masuk neraka karena mereka adalah non muslim?

 

Apakah orang-orang yang yang bermandikan peluh keringat, meneteskan air mata, berkorban darah dan nyawa untuk membela manusia dan kemanusian itu semuanya masuk neraka karena mereka non muslim. Dan sebaliknya, apakah orang-orang malas yang menghabiskan waktu mereka disudut-sudut masjid semuanya masuk surga hanya karena mereka muslim?

 

Kalau memang demikian adanya, maka pertanyaannya adalah dimanakah gerangan keadilan Illahi menurut ajaran Islam? Apakah murka Tuhan lebih besar ketimbang sifat kasih sayang-Nya?

 

Pertanyaan tentang keadilan Illahi seperti ini sebenarnya sudah muncul sejak awal-awal Islam, banyak paham yang bermunculan menjawab persoalan tersebut. Ada yang mengatakan bahwa yang berhak masuk surga hanyalah orang-orang yang beragama Islam saja, dan mereka menguatkan  pendapat mereka tersebut dengan ayat-ayat yang ada didalam alquran.

 

Pendapat yang lain mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat baik, maka Tuhan tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik tersebut. Tuhan tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan siapapun, Tuhan itu tidak rasis, Tuhan itu adalah Tuhannya semua manusia, baik dia berkulit putih, hitam, kuning , bule, negro dan seterusnya. dan merekapun menguatkan  pendapat mereka tersebut dengan ayat-ayat yang ada didalam alquran.

 

Dua pendapat ekstrim tempo dulu tersebut, kemudian ditambah dengan isu pluralisme yang dikembangkan dibarat pada abad 18, dimana terjadi penyiksaan dan penghukuman yang mengerikan atas nama agama kristen, maka muncullah para pemikir-pemikir di eropa yang menggulirkan isu pluralisme agama yang dikomandani oleh Profesor John Hick, penemu konsep pluralisme yang rumit ini mengizinkan semua orang untuk masuk surga guna mencegah terjadinya pembantaian atas nama agama kristen.

Leave a Comment

Siapakah yang akan masuk Surga?

apakah orang-orang yang telah berkorban demi kemanusiaan, mempersembahkan ilmu pengetahuan demi kemanusian, menolong orang sakit dengan meneliti segala macam obat-obatan demi keselamatan manusia, mereka itu semuanya akan masuk neraka karena mereka adalah non muslim?

 

Apakah pribadi-pribadi semacam Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes semuanya masuk neraka karena mereka adalah non muslim?

 

Kita sudah melihat dibahasan sebelumnya bahwa terdapat dua pendapat kelompok ekstrim menanggapi permasalahan ini, kelompok pertama adalah dari orang-orang sholeh yang kaku, mereka mengutip Alquran surat 3 ayat 85 :

 

“ Dan Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”

 

Dengan dalil ayat tersebut, maka orang-orang sholeh yang kaku itu mengatakan bahwa yang berhak masuk surga hanyalah orang-orang Islam, selain Islam sesuai dengan ayat al-quran tersebut maka semuanya akan masuk neraka tanpa pandang bulu, apakah dia itu adalah Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes dan lain-lain.

 

Pendapat kedua muncul dari mereka-mereka yang menyebut dirinya kaum intelektual, yakni dari para pemikir kebebasan dan kemanusiaan. Mereka mengutip apa yang dikatakan Al-quran pada surat 5 ayat 69 :

 

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

 

Melihat dua pendapat dengan masing-masing dalil yang mereka kemukakan tersebut, maka bagaimanakah kiranya nasib orang-orang yang telah berbuat banyak untuk tujuan kemanusiaan tersebut?

 

Menurut hemat saya, kita sebagai manusia tidak akan pernah tahu dan kita tidak punya hak sama sekali untuk mengatakan secara pasti, apakah si X atau si Y akan masuk surga atau neraka, apakah Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes akan masuk surga atau neraka.

 

Yang kita bisa tahu adalah apa yang kita lihat dari perbuatan mereka, menurut yang kita lihat dan kita saksikan bahwa mereka sudah berbuat baik dan berbuat banyak untuk kemanusian, mereka telah beramal dan menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan umat manusia. Tetapi mengenai kepastian mutlak apakah mereka akan masuk surga atau masuk neraka, maka yang tahu kepastian tersebut hanyalah Allah semata.

 

Hanya Allah yang mengetahui niat semua manusia, hanya Allah lah yang tahu semua rahasia dan yang lebih rahasia dari rahasia. Hanya Allah yang tahu apa niat dan motivasi seseorang ketika melakukan perbuat baik dan semua amal-amal yang mereka lakukan.

 

Dimasa sekarang kita sering sok menghakimi seseorang, bahwa si X akan masuk surga dan si Y akan masuk neraka. Apakah kita memang punya hak dan mampu untuk melihat isi hati seseorang? Apakah kita bisa dan mampu untuk mengetahui niat seseorang?

 

Bahkan Nabi Muhammad sendiri tidak berani sembarangan untuk mengatakan bahwa si X akan masuk surga dan si Y akan masuk neraka. Nabi sendiri tidak berani menjamin dirinya sendiri akan masuk surga sebagaimana yang di tulis di al-quran surat 46 ayat 9 :

 

“Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”

 

Dengan demikian, maka semakin teranglah bagi kita bahwa semua perbuatan baik akan dicatat dan dibalas oleh Allah, dan semua perbuatan baik itu tidak serta merta menempatkan seseorang kedalam surga atau neraka. Semua perbuatan baik itu akan disensor secara khusus oleh Allah dari niat mereka. Dan hasil ‘sensor’ dari niat manusia tersebut hanya Allah yang tahu hasilnya, apakah yang bersangkutan akan dimasukkan kesurga atau ke neraka.

Leave a Comment

PENGANTAR FILSAFAT ISLAM

Filsafat berasal dari akar kata : Philos (Cinta) + Sophos (Kebijaksanaan)

Filsafat yaitu falsafah /hukum,Esensi manusia itu apa ?

Phytagoras (abad 6 S.M) seorang filosof bijak (Sophis), saintis matematika

Socrates (abad 4-5 S.M) melakukan pembaharuan terhadap kaum sophis.

Protagoras adalah seorang tokoh kaum sophis.

Filsafat penuh dengan makna hidup yang tersirat

Filsafat sehari-hari dikenal dengan :

  1. Prinsip hidup

  2. Pedoman negara

  3. Makna,Visi,Nilai

Falsafah adalah suatu pandangan mendunia (world view),untuk hal-hal yang tidak akademis.Dasar kebijakan filsafat adalah akal (Hukum-2/Prinsip-2 akal)

Ilmu filsafat yaitu suatu disiplin ilmu yang merefleksikan hakekat segala sesuatu sebagaimana adanya (Maujud ,Ghairu Maujud) Maujud mahuwa Maujud) secara radikal,menyeluruh dan matematis.

Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keruntuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan,agar kita dapat memperoleh pemahaman.

Filsuf dianggap sebagai orang ayng memandang segala sesuatu “dari sudut keabadian”, dan karenanya menemukan ketiadaan sifat penyingnya segala sesuatu.

Atau dianggap sebagai orang yang memandang manusia sebagai sesuatu yang tidak berarti,dan karenanya bersikap acuh tak acuh terhadap segala hal.

Filsuf merupakan ‘mesin yang berpikir’ tanpa suatu perasaan apapun.

Ciri-ciri pikiran kefilsafatan :

  1. Suatu bagan konsepsional

  2. Sebuah system filsafat harus bersifat koheren (Runtuh)

  3. Pemikiran secara Rasional

  4. Menyeluruh (Komprehensif)

  5. Suatu pandangan dunia (World View)

  6. Suatu definisi pendahuluan

Metode filsafat :

  1. Analisa (Perincian)

  2. Sintesa (Pengumpulan)

Analisa :

  1. Eksistensi & Intensi

  2. Definisi Ostensif

  3. Makna tidak indentik dengan kebenaran

  4. Filsafat kritik

Sintesa :

Filsafat spekulatif sebagai penyusunan system

Perangkat metodologi :

  1. Logika

  2. Induksi

  3. Deduksi

  4. Analogi

  5. Komparasi

Ruang lingkup filsafat

  1. Radikal/Mengakar

  2. Refleksif/Kontemplasi/Perenungan

  3. Matematis (logika)

  4. Komprehensif

Kenapa ada studi filsafat ?

Mengapa manusia berfilsafat ?

  1.  
    • Karena berfilsafat merupakan bagian tak terpisahkan di struktur & cara keberadaan manusia itu sendir.Eksistensi itu adalah fitrah,walaupun terputus dengan kematian-proeses regenerasi.

Keberadaan filsafat itu sendiri karena :

  1. manusia pencari makna (meaning), manuisa belum puas bila mendapatkan makna.(Hikmah).

  2. Rindu kepada pengetahuan mengungkap realias (kenyataan),mendapatkan kebenaran (The Truth)



Manusia mempunyai dua sisi yaitu

  1. Terbatas

  2. Dalam ide tidak terbatas ide kesempurnaan

Kemunculan ide terbatas dan tak terbatas menimbulkan ketegangan filosofis

Esensi hewan hidupnya tidak terbatas tidak memikirkan masa depan dan tidak punya rencana hidup (Life of plan).

Empiris (Indrawi) bersifat terbatas

Waktu merupakan dimensi ke 4 dari ruang :

Metafisika : Filsafat,imajinasi,tak terbatas

Matematika : Empiris

Fisika : Ruang, terabatas

Esensi kebahagiaan :

  1. Percaya diri

  2. Mandiri

  3. Berpengetahuan

Alasan-alasan manusia berfilsafat :

  1. mencari makna (manusia adalah makhluk pencari makna)

  2. mencintai pengetahuan dan kebijaksanaan / kebenaran

  3. mencari pendasaran rasional,why ?

A Reason = sebuah alasan, To Reason = berpikir

  1. Merengkuh kesempurnaan (kepenuhan) yang tak kunjung sampai

Manusia makhluk Paradoks = punya ide yang tinggi,fisik rentan sekali

sehingga melahirkan ketegangan filosofis.


Makhluk Potensial X Makhluk de Facto

(Spt Manusia) (spt batu,kusing,malaikat)

Eksistensial : berhubungan dengan hakikatada yang terdalam, dan bukan sekadar

dengan atribut-atribut (esensi,dalam makna kuiditas) yang

sesungguhnya “hanya menempel“ pada ada itu.

Eksistensi : ada-nya sesuatu,sebagai jawaban terhadap pertanayaan “adakah (sesuatu)

Itu ?”; berlawanan dengan esensi (dalam makna kuiditas), yang

menekankan apa-nya sesuatu itu (apakah sejatinya),sebagai jawaban

terhadap “Apakah itu ?”.

 

Mengadakan potensi yang tidak ada.contoh : Mulla Shadra ; ‘ Ilmu itu bagian

dari wujud’.

Epistemologi ; berasal dari yunani

Episteme = pengetahuan, Logos = Ilmu

Ilmu tentang sumber-sumber, batas-batas dan verifikasi (pemeriksaan

nilai kebenaran) ilmu pengetahuan.

Ontologi : Ilmu tentang hakikat ada (wujud dan maujud),wujud murni.

Skeptisisme : dapat berarti ketidakpercayaan total dan penuh akan segala sesuatu atau

sekadar sebuah keraguan terbatas dalam proses mencapai kepastian.

Mistisisme : Kepercayaan bahwa kebenaran tertinggi tentang realitas hanya dapat

diperoleh melalui pengalaman intuitif suprarasional,bahkan spiritual dan

bukan melalui akal (rasio atau reason) logis belaka.

Spiritualisme : Pandangan bahwa realitas puncak yang mendasari semua realitas

adalah ruh.Bisa juga identik dengan mistisme.

Teleologis ; Telos = Tujuan, Logos = Ilmu

Kajian tentang fenomena yang menampakkan keteraturan, desain, tujuan,

akhir,cita-cita,tendensi,sasaran,dan arah.

Sigmund Freud = moralitaas terbentuk dari luar

John Lock = Ajaran menentang pemikiran Kristen

Logika Induktif = pemikiran akal,spt :Besi selalu memuai bila dipanaskan berasal dari besi dipanaskan hari ini memau,besi satunya lagi dipanaskan besok kuga memuai.


Triniteisme : Bahwa Tuhan itu satu tetapi beroknum tiga

Politeisme : Tuhan itu banyak,masing-masing mempunyai tugas dan wewenang

sendiri.

Panteisme : Antara Tuhan dan alam tidak ada jarak.

Teisme : Tuhan ada

Deisme : Tuhaan menciptakan alam ini pada permulaannyaa.Setelah dicipta yang

pertama itu,Tuhan membiarkan alam ini masing-masing berkembang atau

berjalan sendiri

Ateisme : Bahwa Tuhan tidak ada

Agnotisisme : Ketuhanan antara teisme dan ateisme.

Theodicea / Theologia :membicarakan Tuhan dari pikiran (akal), untuk

membedakannya dari pembicaraan Tuhan dari segi wahyu atau iman.

Potensi-potensi khas manusia belum teraktualisasi yaitu :

  1. Intelektualitas : Ilmu

  2. Spiritualitas : Kesucian harapan

  3. Moralitas (kehendak) : Perilaku

Keinginan  Respon tubuh

Kehendak  Jiwa Rasional

Kesadaran menyedang  proses aktualisasi diri, potensi kemanusiaan

Kesadaran kebelumselesaian

Kesadaran berkesudahan

Super Ego  Prinsip moralitas (Relatif)

Ego  Prinsip realitas

I’d  Prinsip keinginan (kenikmatan)/ Principle of pleasure

Stimulus   respon tubuh

Berjiwa tua mempunyai keinginan kecil,berjiwa muda berkeinginan besar.

Islam adalah eksistensialis, karena ada tujuan (Telos) yaitu menuju Allah

Perkembangan hewan secara fisiologis cepat disbanding manuisa dan sudah spesialisasi sedangkan manusia belum ada spesialisasi.

Filsafat adalah berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai kepada inti persoalan. Kata lain dari filsafat adalah hakikat dan hikmah.

Objek formal ilmu filsafat adalah kebenaran,kebaikan, dan keindahan secara berdialektika.Manfaat berfilsafat :Berpikir kritis, Tidak menerima sesuatu, Tidak menolak sesuatu, Tanpa argumen (reason/alasan).

Unsur filsafat : Logika, Etika, Estetika.Objek materialnya : Akal untuk logika (Ilmu), Budi untuk etika (Moral), Rasa untuk estetika (Seni). Mengapa muslimperlu berfilsafat ? Empat pintu masuk pintu studi filsafat, terdiri dari factor Eksternal dan Internal,faktor eksternal yaitu : penafsiran ulang terhadap hasil kajian ulama-ulama terdahulu, banyaknya pandangan dunia dalam sistem budaya, Faktor Internal : Dorongan Al qur’an untuk berfikir,tuntuan Islam untuk menggunakan akal.

“Aqinu Aqlun” (HR.Ibnu Mas’ud) = Agama itu akal ,Tuntutan Islam untuk menggunakan akal maka membutuhkan studi filsafat.

Sejarah filsafat ; mengetahui latar belakang lahirnya pemikiran filosofis, menyimak perkembangan pemikiran, mengenal aliran-aliran filsafat secara kronologis, mengetahui karakter masing-masing periode/zaman.


Periodisasi pemikiran filsafat :

  1. Zaman Hikmah : Nabi Idris/Bapak Filosof Abu Hukama atau Hermes (Yunani), Nabi Nuh/Noah (Istilah Yunani).

  2. Zaman Pra Socrates : Thales ; segala sesuatu dari air, Anaxagoras ; segala sesuatu dari udara,Empedocles,Phytagoras

  3. Zaman Yunani klasik : Socrates (wafat 3399 SM),lato (3-4 SM) Aristoteles (-+ 3 SM)

Aristoteles (384-322 SM),cirinya:

  1. menentang paham-paham relatf – skeptisisme.,menginternalisasi

ilmu logika, menunjukkan 17 kesalahan berpikir.

  1. menolak dunia ide plato

  2. pengetahuan berasal dari pross abstraksi akal.

  3. tertarik dengan ilmu-ilmu alam

  4. teori hylemorphism yaitu hyle  materi

morph  bentuk (pengertian entitas), forma

Manusia Jiwa : bentuk,” daya aktos (murni)”

Badan : materi

Hubungan erat antara badan dan jiwa ;

“Tidak ada materi tanpa bentuk,tak ada bentuk tanpa materi “

Kebijaksanaan Teorea/Teoritis subyektif ; kearifan  akal aktif

Phronesis / praktisi


Ibnu Sina (Avicenna) : ada ide sendiri – plato, aristoteles

Pengetahuan empiris  pengetahuan konseptual

abstraksi

Benda  konsep,ide  kata


Plato (428-348 S.M)

  1. Meneruskan upaya socrates membangun sistem pengetahuan yang universal, Menentang faham sofisme.

  2. Seperti Socrates, plato perhatian terhadap moralitas politik

  3. Gemar matematika & metafisika.kurang menyukai ilmu-ilmu alam

  4. Punya dua dunia :

    1. dunia ide (realitas eksternal – obyektif) : tetap,sempurna,abadi

    2. dunia fisik : berubah,nisbi,relatif

  5. Mengetahui recollection

  6. Pengetahuan : Episteme : pengetahuan tentang dunia ide (sempurna)

Dexa : opini,hal dunia fisik

  1. Meyakini doktrin eksistensi jiwa (jiwa sudah eksis sebelum kita lahir)

  2. Dualisme jiwa & tubuh (dua substansi yang terpisah)

Sufi yang tidak mau salat mungkin pengaruh plato,antar jiwa dan badan tidak ada hubungan organis tapi ada hubungan instrumental.

Substansi Tuhan__________

Substansi Jiwa ___ Sufis

Substansi Badan __ Plato __

Manusia itu universal, Ruh itu akal secara universal

Jiwa (Soul), particular (individu) di bawah Ruh.

Manusia Kepala (Akal/Aqlun) : visi,gerak berdasarkan kearifan/pengetahuan

Manusia Dada (Emosi/Ghadabiyah) :+/- ; terkait dengan herois, romantisme

Manusia Perut (Biologis/Syhawat) :+/- ;kenikmatan, kesenangan

Pembagian filsafat ke dalam cabang-cabang filsafat :

  1. Ontologi ; terkait dengan Realitas (Being)

  2. Epistemologi ; Logika,metode ilmu pengetahuan, filsafat ilmu,ilmu pengetahuan

  3. Aksiologi ; etika, Estetika

Ontologi ; studi tentang ‘ada’,studi yang ada sebagai yang ‘ada’ (being an being)

Studi tentnag hakikat ‘ada’ (being, wujud).,mengkaji sesuatu cara benda-

modus relasi dengan entitas-entitas lain.

Ontis ; ada, being

Logi (logos) ; studi tentang

Contoh : 1. kertas

Berasal bubur kayu (pulp) diolah menjadi kertas

Kausa (sebab) Efek (akibat)

2. Cahaya matahari yang sekarang kita lihat merupakan cahaya

matahari 8 menit yang lalu.Cahaya bintang 1000 yang lalu.

Masalah Ontoligi :

  1. Substansi – Aksiologi

  2. Eksistensi – Esensi

  1. Kontingensi – Necessity

  2. Imposibility –Possibility

  3. Sebab – Akibat

  4. Mitos – Pluralitas

  5. Potensi – Aktos

Contoh :

  1. Segitiga memiliki sudut tegak lurus  area possibility

  2. Segitiga memiliki 4 sisi  area Impossibility

  3. Segitiga memiliki junlah sudut yang sama dengan sudut lurus  area Necessity (kepastian) ; harus dibuktikan dg metode deduksi

Ontologi terkait juga ; metafisika,teologi,kosmologi

Epistemologi, sabang filsafat yang membahas ;

  1. Hakikat pengetahuan

  2. Sumber-sumber pengetahuan

  3. Struktur pengetahuan

  4. Validitas kebenaran pengetahuan

  5. Batasan pengetahuan

  6. Kemungkinan pengetahuan

Contoh ; Tahu ; haidrnya gambaran (Tashawwur) dalam pikiran,berupa ;

  1. Konsepsi

  2. Ide

  3. Imajinasi

  4. Indera Empirisme

  5. Intuisi

Konteks Justifikasi (Context of justification) – memakai akal, Konteks discovery ( Context of discovery) – memakai wahyu.

Menurut filosof ; Akal adalah bagian wahyu. Nabi adalah akalnya batin

Manusia sadar adanya “asumsi-2 / Anggapan-2 terhadap alam tanpa memutuskan benar atau salah.(Justifikasi)

Filosofis Generik

Akademis

Kosmologi tradisi ; alam mepunyai simbol-simbol, Kosmologi modern ; alam hanya mempunyai kuantias, tidak mempunyai simbol-simbol.

Kematian adalah akhir dari sebauh proses bukan kesempurnaan.Manusia Otentik harus datang dari diri sendiri,mengikuti aturan diri sendiri ? mengitkuti aturan orang lain.Otentik/Otonom : sejauh kita melihat sesuatu contoh dari dalam/luar/totem dengan kesadaran,contoh : lampu merah menyerobot dengan kesadaran,taat lalu lintas dengan kesadaran.Heteronom : tidak dengan kesadaran.Kejujuran bagian dari sifat otentik,ada unsure futuris(otentik).Orisinal :keaslian,keberasalan.

Manusia Baru,Paradigma kepada pradigma baru/ Transsubstansial (lebih pada penyempurnaan) : gerakan perubahan manusia, ada 2 yaitu 1. Perubahan Fisika, 2. perubahan kimia. Substansi : real bukan aksiden ; kuantitas,kualitas,posisi.

Manusia Menuhan Transpersonal : mencari kekuatan eksternal spt Tuhan. Locus adalah sebuah tempat. Sains bisa bicara tentang spiritualitas. Knowledge by concepts and by presence.Kehendak kebebasan manusia tidak bertentangan dengan kehendak mutlak.Tuhan. Manusia bertuhan  To have.





Leave a Comment

Filsafat dan Logika, Suatu Pengantar

 

Plato

Plato

Definisi Filsafat

 

Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia (philos dan sophia). Kata philos memiliki arti kekasih atau sahabat, sedangkan kata sophia memiliki makna kebijaksanaan atau pengetahuan. Jadi, secara harfiah philosohia dapat diartikan sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.

Menurut Rapar (1996: 14-16) para filsuf pra-Socratik menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi. Plato, menyebutkan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, Plato juga menyebutkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.

Aristoteles—murid Plato—mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Aristoteles juga menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari being as being atau being as such. Sementara itu Rene Descartes mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.

Willian James, filsuf dari Amerika mengatakan bahwa filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. R.F. Beerling, guru besar filsafat Universitas Indonesia, mengatakan bahwa filsafat berupaya memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat, asas, dan prinsip dari kenyataan.

Konsep atau gagasan tentang definisi filsafat yang beragam tidak harus menjadikan kita bingung, akan tetapi justru memperlihatkan kepada kita bahwa betapa luasnya ruang lingkup filsafat sehingga tidak dibatasi oleh batasan-batasan yang mempersempit ruang gerak filsafat itu sendiri. Perbedaan perspektif dalam filsafat justru akan memperkaya wacana filsafat, sedangkan kesamaan dan kesatuan pikiran atau perspektif dalam filsafat justru akan mematikan dan mempersempit filsafat dengan sendirinya.

 

Empat hal yang melahirkan filsafat

 

Selanjutnya muncul pertanyaan, bagaimanakah filsafat itu tercipta? Hal apa yang menyebabkan manusia berfilsafat? Pada dasarnya ada empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.

Menurut Aristoteles ketakjuban dianggap sebagai salah satu asal muasal filsafat. Pada awalnya manusia merasa takjub terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah kepada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang, asal mula alam semesta, dan seterusnya. Ketakjuban macam ini hakikatnya hanya mungkin dirasakan dan dimiliki oleh mahluk yang selain memiliki perasaan juga mempunyai akal budi (rasio).

Sebelum lahirnya filsafat, kehidupan manusia dikuasai dan diatur oleh berbagai macam mitos dan mistis. Berbagai macam mitos dan mistis tersebut berupaya menjelaskan tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam alam semesta, yang terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sayangnya, ternyata penjelasan-penjelasan yang berasal dari mitos dan mistis tersebut makin lama makin tidak memuaskan manusia. Ketidakpuasan itu pada nantinya mendorong manusia untuk terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih meyakinkan bagi dirinya, dan yang lebih akurat.

Dilandasi oleh perasaan ketidakpuasan tadi dan upaya mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti cepat atau lambat akan mengantarkan manusia tersebut kepada pemikiran yang rasional. Konsekuensinya adalah akal budi akan semakin berperan, dan justru semakin menggeser peran mitos dan mistis dalam kehidupan manusia. Pada saat rasio telah menghapus peran mitos dan mistis tadi, maka manusia telah mencapai level berfilsafat.

Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tidak kunjung habisnya. Dengan bekal hasrat bertanya maka kehidupan manusia serta pengetahuan semakin berkembang dan maju. Hasrat bertanyalah yang mendorong manusia untuk melakukan pengamatan, penelitian, serta penyelidikan. Ketiga hal tersebut yang menghasilkan pelbagai penemuan baru yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan baru yang terus bertambah.

Manusia sendiri ketika mempertanyakan segala sesuatu dengan maksud untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai hal yang dipertanyakan tersebut, itu berarti dia sedang mengalami keraguan. Keraguan ini dilandasi bahwa sesuatu yang dipertanyakan tersebut belum terang dan belum jelas. Karena itu manusia perlu dan harus bertanya. Manusia bertanya karena masih meragukan kejelasan dan kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, dapat kita lihat bahwa keraguanlah yang ikut serta mendorong manusia untuk bertanya dan terus bertanya, yang kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat.

Dengan terus menerus memiliki hasrat bertanya maka filsafat itu akan tetap ada, dan akan terus ada. Filsafat akan berhenti pada saat manusia telah berhenti mempertanyakan segala sesuatu.

 

Proses Kelahiran Filsafat

 

Filsafat, sebagai bagian dari kebudayaan manusia yang amat menakjubkan, banyak dipahami lahir di Yunani dan dikembangkan sejak awal abad ke-6 SM. Para orang-orang Yunani ketika itu diyakini telah berhasil mengolah berbagai ilmu pengetahuan menjadi benar-benar rasional dan berkembang pesat. Pemikiran rasional-ilmiah itulah yang melahirkan filsafat. Para filsuf Yunani pertama, sebenarnya adalah para ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Karena itu, pada tahap awal, filsafat mencakup seluruh ilmu pengetahuan.

Para filsuf Yunani pertama tersebut dikenal sebagai filsuf-filsuf alam. Mereka berpikir tentang alam: apakah inti dari alam, bagaimana menerangkan tentang bagaimana alam itu bisa ada, dan seterusnya. Dengan demikian, filsafat yang pertama lahir adalah filsafat alam.

Yang perlu dicatat dari lahirnya filsafat adalah bahwa filsafat telah berani mengajak manusia untuk meninggalkan cara berpikir yang irasional dan tidak logis. Manusia kemudian beralih kepada jalan pemikiran yang rasional-ilmiah yang semakin lama semakin sistematis. Cara berpikir yang rasional-ilmiah itu pula yang menghasilkan gagasan dan pemikiran yang terbuka untuk diteliti oleh akal budi. Lebih dari itu, kebenarannya dapat didiskusikan lebih lanjut guna meraih konsep-konsep baru dan kebenaran-kebenaran baru yang diharapkan lebih sesuai dengan realitas sesungguhnya.

 

Sifat Dasar Filsafat

 

Berfilsafat artinya berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Dan karena berpikir radikal ia tidak pernah terpaku hanya kepada satu fenomena tertentu. Ia tidak akan berhenti pada satu jawaban tertentu. Dengan berpikir radikal, filsafat berupaya untuk menemukan jawaban dari akar permasalahan yang ada. Filsafat berupaya mencari hakikat yang sesungguhnya dari segala sesuatu.

Berpikir radikal bukan berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan dalam arti berupaya berpikir secara mendalam, untuk mencari akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru berupaya memperjelas realitas, melalui penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri.

Filsafat bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, akan tetapi berupaya mencari keseluruhan. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Mencari asas berarti berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, realitas tersebut dapat diketahui dengan pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar filsafat.

Filsuf pada dasarnya adalah seorang pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya merupakan kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Maka dapat dikatakan bahwa berfilsafat artinya memburu kebenaran tentang segala sesuatu.

Yang namanya kebenaran itu sendiri harus bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, kebenaran harus selalu terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Dan begitu untuk seterusnya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa kebenaran dalam artian filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, akan tetapi selalu bergerak dari satu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti.

Filsafat muncul salah satunya disebabkan adanya keraguan. Untuk mengatasi keraguan tersebut maka dibutuhkan yang namanya kejelasan. Ada filsuf yang mengatakan bahwa berfilsafat artinya berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Geisler dan Feinberg (1982: 18-19) mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafati adalah adanya usaha keras demi mengapai kejelasan intelektual (intellectual clarity).

Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara rasional artinya berpikir secara logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis adalah bukan sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, akan tetapi juga agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.

Berpikir logis juga menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis adalah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis. Tanpa disertai pemikiran yang logis-sistematis dan koheren, tidak mungkin dicapai kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan.

Berpikir kritis artinya menjaga kemauan untuk terus-menerus mengevaluasi argumentasi yang mengklaim dirinya adalah benar. Seseorang yang berpikiran kritis tidak akan mudah meyakini suatu kebenaran begitu saja tanpa benar-benar menguji keabsahan kebenaran tersebut.

 

Cabang-Cabang Filsafat

 

Menurut Achmadi (2000: 13-16) dalam studi filsafat untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus mempelajari lima bidang pokok, yaitu: Metafisika, Epistemologi, Logika, Etika, dan Sejarah Filsafat.

Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari persoalan filsafat yang: membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal; membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond nature), membicarakan karateristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience); berupaya menyajikan suatu pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu; membicarakan persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, wujud tuhan, kehidupan setelah kematian, dan seterusnya.

Epistemologi lazimnya disebut sebagai teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi (teori pengetahuan) berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Bedanya, persoalan epistemologi berpusat pada apakah yang ada?, yang di dalamnya memuat tentang: Problem asal pengetahuan (origin), apakah sumber-sumber pengetahuan? Dari mana pengetahuan yang benar dan bagaimana kita dapat mengetahuinya? Dan seterusnya. Problem pengetahuan (appearance), apa yang menjadi karakteristik pengetahuan? Apakah dunia riil di luar akal, apakah ada dapat diketahui? Problem mencoba kebenaran (verification), apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimanakah membedakan antara kebenaran dengan kekeliruan? Dan seterusnya.

Logika adalah bidang pengetahuan yang memperlajari segenap asas, aturan, dan tata cara penalaran yang betul (correct reasoning). Pada mulanya logika sebagai pengetahuan rasional. Oleh Aristoteles logika disebutnya sebagai analitika, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli Abad Tengah yang disebut logika tradisional. Mulai akhir abad ke-19 oleh George Boole logika tradisional dikembangkan menjadi logika modern, sehingga dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat filsafati, tetapi bercorak teknis dan ilmiah.

Etika atau filsafat perilaku sebagai cabang filsafat yang membicarakan “tindakan” manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan, yaitu menyangkut “tindakan” dan “baik-buruk”. Apabila permasalahan jatuh pada “tindakan” maka etika disebut sebagai filsafat paktis; sedangkan jika jatuh pada “baik-buruk” maka etika disebut sebagai”filsafat normatif”.

Dalam pemahaman “etika” sebagai pengetahuan mengenai norma baik-buruk dalam tindakan mempunyai persoalan yang luas. Etika yang demikian ini mempersoalkan tindakan manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, dibedakan dengan tindakan buruk/jahat yang dianggap tidak manusiawi. Sejalan dengan ini, etika berbeda dengan “agama” yang di dalamnya juga memuat dan memberikan norma baik-buruk dalam tindakan manusia. Karena etika mengandalkan pada rasio yang lepas dari sumber wahyu agama yang dijadikan norma dalam agama, dan etika lebih cenderung bersifat analitis daripada praktis. Sehingga etika adalah ilmu yang bekerja secara rasional.

Sementara dari kalangan non-filsafat, etika sering digunakan sebagai pola bertindak praktis (etika profesi), misalnya bagaimana menjalankan bisnis yang bermoral (dalam etika berbisnis).

Sejarah filsafat adalah laporan suatu peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran filsafat. Biasanya sejarah filsafat ini memuat berbagai pemikiran kefilsafatan yang beraneka ragam mulai dari zaman pra-Yunani hingga zaman modern. Juga, dengan mengetahui pemikiran filsafat para ahli pikir (filsuf) ini akan didapat berbagai aneka ragam pemikiran dari dahulu hingga sekarang. Dalam sejarah filsafat akan diketahui pemikiran-pemikiran yang jenius hingga pemikir tersebut dapat mengubah dunia, yaitu dengan ide-ide atau gagasan-gagasannya yang cemerlang.

 

 

 

Kegunaan Filsafat

 

Ketika filsafat baru lahir, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat itu sendiri. Ketika itu para pemikir yang terkenal sebagai filsuf adalah juga ilmuwan. Para filsuf zaman itu juga merupakan ahli-ahli astronomi, ilmu bumi, matematika, dan sebagainya. Bagi mereka, ilmu pengetahuan adalah filsafat dan filsafat adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.

Filsafat telah membantu manusia membebaskan diri dari cara berpikir yang dikuasai oleh mitos dan mistis dan beralih kepada cara berpikir yang rasional, luas dan mendalam, jelas dan sistematis, logis, kritis, dan analitis. Karena itu, ilmu pengetahuan pun semakin tumbuh dan terus berkembang, dan menjadi dewasa.

Kemudian, berbagai ilmu pengetahuan yang telah mencapai tingkat kedewasaan penuh satu demi satu mulai mandiri dan meninggalkan filsafat yang selama ini telah mendewasakan mereka. Itulah sebabnya filsafat disebut sebagai mater scientarum atau induk segala ilmu pengetahuan. Filsafat telah berperan dalam melahirkan, merawat, dan mendewasakan berbagai ilmu pengatahuan yang begitu berjasa bagi kehidupan manusia.

Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti bahwa filsafat sama sekali tidak ada hubunganya dengan kehidupan sehari-hari yang konkret. Filsafat pada hakikatnya membantu manusia dalam memahami dan menjalankan kehidupan mereka sehari-hari dengan menggunakan cara berpikir yang lebih rasional dan tidak hanya mengandalkan mitos, mistis, atau sekedar intuisi dan perasaan.

Dengan belajar filsafat diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah pula cakrawala pemikiran, cakrawala pandangan yang semakin luas. Sehingga akan dapat membantu penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara yang lebih bijaksana.

Dasar semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide yang fundamental. Ide-ide itulah yang akan membawa manusia ke arah suatu kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya, sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap (peka) terhadap diri dan lingkungannya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya.

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya. Di satu sisi kita dihadapkan dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan sedemikian cepatnya, pergeseran nilai-nilai, dan pada nantinya manusia semakin jauh dari tata nilai dan moralitas.

Di sisi lainnya, apabila kita tidak berani menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi konsekuensinya kita akan menjadi manusia yang terbelakang. Untuk itu kita berusaha mengejar kemajuan dengan segala upaya. Dengan makin jauhnya kita dari tata nilai dan moralitas, akibatnya banyak ilmuwan kehilangan bobot kebijaksanaannya. Sehingga apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bersamaan dengan itu pula manusia kehilangan pendirian dan dihantui kebingungan dan keraguan (skeptis). Ilmu pengetahuan yang bersandingan dengan filsafat akan menghasilkan ilmu yang disertai dengan kebijaksanaan dalam penerapannya dalam kehidupan manusia.

 

Daftar Pustaka:

Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat, Yogaykarta: Kanisius, 1996

Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo, 2000

http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat

Leave a Comment